Pengalaman Menjadi MC untuk Anugerah Sastra Taufiq Ismail di TIM

Dengan puisi aku bernyanyi, sampai senja umurku nanti
Dengan puisi aku bercinta, berbatas cakrawa
Dengan puisi aku mengenang, keabadian yang akan datang
Dengan puisi aku menangis, jarum waktu bila kejam mengiris
Dengan puisi aku mengutuk, nafas zaman yang busuk
Dengan puisi aku berdoa, perkenankanlah kiranya

Puisi Taufiq Ismail berjudul “Dengan Puisi, Aku” tersebut aku jadikan pintu pembuka acara Anugerah Sastra dan Kebudayaan Tahun 2024 dari Dinas Kebudayaan DKI Jakarta kepada Taufiq Ismail, saat aku menjadi pembawa acara atau MC tunggal di acara tersebut pada Selasa malam, 25 Juni 2024.

Hari itu adalah hari yang spesial bagi Taufiq Ismail, karena itu adalah hari lahirnya. Dan di hari ulang tahunnya yang ke-89 tahun ini, anugerah tersebut seakan menjadi kado yang indah bagi Taufiq Ismail.
Aku sendiri merasa beruntung dan merasa terhormat karena ikut dilibatkan menjadi MC untuk acara yang digelar di Teater Besar Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta itu.

H-1 bulan

Aku diajak untuk ikut ambil bagian dari acara tersebut, sekitar satu bulan sebelumnya oleh ketua panitia Octavinus Masheka. Tentu hal ini juga tidak lepas dari dukungan dan rekomendasi senior-seniorku, terutama di Creator Club, Kak Fatin Hamama dan Mba Swary Utami Dewi, yang mengantarkan perkenalanku pada Bang Octa.

Singkat cerita, aku menerima dengan senang hati ajakan itu. Setelah pertemuan dan briefing dengan Bang Octa di TIM pada H-3 acara, aku pun semakin matang untuk maju sebagai MC acara.

Hari H

Acara Anugerah Sastra dan Kebudayaan Tahun 2024 dimulai pukul 20.00 WIB. Ruangan Teater Besar TIM itu dipenuhi oleh sekitar 200 orang yang berasal dari beragam latar belakang. Ada mahasiswa, seniman, budayawan, politisi, pejabat pemerintah, serta anak-anak SD yang merupakan peserta lomba baca puisi anak. Memang salah satu rangkaian Acara Anugerah Sastra dan Kebudayaan 2024 itu adalah lomba baca puisi anak, di mana pemenang lomba aan dibacakan pada malam puncak tersebut.

Di antara tokoh yang hadir adalah anggota DPR Fadli Zon, Ketua Dewan Kesenian Jakarta Bambang Prihadi, Presiden Penyair Indonesia, Sutardji Calzoum Bachri, sastrawan senior Jose Rizal Manua, penulis kawakan Eka Budianta dan sederet nama-nama hebat lainnya yang mendedikasikan bertahun-tahun hidupnya untuk seni, budaya dan literasi di Indonesia.

Salah satu khas dari diriku saat menjadi MC adalah, aku suka menyelipkan pantun. Pada acara ini, aku menyelipkan satu pantun yang sudah aku persiapkan, yaitu:

Bintang gerlap di penghujung Juni
Memancarkan sinar dengan gagah berani
Kurang lengkap rasanya malam ini
Jika tiada puisi dibacakan di panggung ini

Bukan hanya itu, aku juga memasukkan apresiasiku pada saat membacakan anugerah bagi Taufiq Ismail. Berikut kutipan narasi yang aku buat:

Taufiq Ismail merupakan penyair besar tanah air, di mana puisi-puisinya hidup menjadi saksi zaman. Dedikasinya bagi dunia sastra Indonesia telah melampaui “mandatnya” sebagai seorang penyair serta sastrawan.

Pria kelahiran Bukittinggi, Sumatera Barat, 25 Juni 1935 ini mampu memotret setiap peristiwa yang terjadi, melalui puisi dengan balutan bahasa yang sederhana namun menyentuh dan melampaui zamannya.

Taufiq Ismail juga aktif menjadi penggerak dunia literasi. Ia terlibat dalam pergerakan Manifes Kebudayaan melawan kesewenang-wenangan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra). Menjadi aktivis paling depan dalam mengekspresikan perjuangan mahasiswa melawan rezim otoriter. Menginisiasi sekaligus mendirikan Majalah Sastra Horizon. Serta mempelopori Gerakan Membawa Sastra ke Sekolah.
Atas dedikasinya, ia layak mendapat Anugerah Sastra dan Kebudayaan Tahun 2024 dari Dinas Kebudayaan DKI.

Bersyukur

Aku bersyukur dan merasa terhormat bisa dipercaya menjadi MC untuk acara bergengsi bagi penulis besar tanah air, yaitu Taufiq Ismail. Aku tumbuh besar dengan puisi-puisinya.

Aku pun menutup acara dengan membacakan salah satu puisi Taufiq Ismail yang memiliki makna mendalam bagiku.

Kalau engkau tak mampu menjadi beringin yang tegak di puncak bukit, jadilah belukar

Tetapi belukar yang baik yang tumbuh di tepi danau

Kalau kamu tak sanggup menjadi belukar, jadilah saja rumput

Tetapi rumput yang memperkuat tanggul di pinggir jalan

Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya, jadilah saja jalan kecil

Tetapi jalan setapak yang membawa orang ke mata air 

Tidaklah semua menjadi kapten 
tentu ada awak kapalnya 

Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi
rendahnya nilai dirimu 
Jadilah saja dirimu 
Sebaik-baiknya dari dirimu sendiri **

Tulisan ini dipublikasikan di Berbagi Kisah. Tandai permalink.

One Response to Pengalaman Menjadi MC untuk Anugerah Sastra Taufiq Ismail di TIM

  1. jonminofri berkata:

    Selalu ada batu besar untuk berpijak agar bisa naik dan naik mencapai titik paling tinggi sebuah gunung. Selamat Amel, selamat mendaki dan menikmati gunung kesuksesan Amel yang berada di depan Amel..

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *